Hari ini, 21 April 2014, Bangsa Indonesia kembali memperingati Hari
Kartini. Sudah menjadi kebiasaan jelang maupun setelah 21 April banyak
digelar acara kartinianyang merupakan simbol peringatan lahirnya pejuang
emansipasi perempuan, RA Kartini.
Murid taman kanak-kanak (TK)
mengenakan kebaya dan mengikuti pawai. Bahkan, banyak instansi yang
mewajibkan karyawatinya mengenakan kain panjang saat di kantor untuk
kemudian mengikuti lomba fesyen. Lomba rias wajah, mengenakan sanggul,
dan lainnya kerap kali digelar untuk memeriahkan acara. Bicara wanita
masa kini di Surabaya, orang pasti mengingat Wali Kota Tri Rismaharini.
Wali kota perempuan pertama di Kota Pahlawanini adalah satu dari sekian
banyak perempuan dengan peran yang tidak bisa dipandang kecil.
Ada
pula Sri Sedyaningrum, Iswachyu Dhaniarti, Ida Aju Brahmasari, Tatik
Suryani, dan lainnya. Mendengar nama-nama tersebut, tidak semua orang
tahu bahwa mereka memiliki peran penting sebagai orang nomor satu di
lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Sri Sedyaningrum mengelola Sekolah
Galuh Handayani, penyelenggara pendidikan inklusif ”satu atap”, meliputi
jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA, dan college(setara D2), milik
Yayasan Peningkatan Prestasi Siswa (YBPPS).
Iswachyu Dhaniarti
merupakan Rektor Universitas Narotama. Ida Aju Brahmasari menjabat
Rektor Universitas 17 Agustus 1945 dan Tatik Suryani selaku Ketua STIE
Perbanas. Merekalah Kartini-Kartini masa kini yang tidak pernah henti
mendidik generasi. Perlu waktu dan perjuangan ekstra keras bagi Sri
Sedyaningrum mendirikan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus. ”Awal
sekolah ini berdiri pada 1995, waktu itu diawali kontrak rumah di Jalan
Pucang,” kata Ningrum, sapaannya.
Sekolah Galuh Handayani
mengkhususkan diri memberikan layanan pendidikan bagi anak lambat
belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki kecerdasan intelektual
di bawah rata-rata atau ber-IQ antara 80-99 (Alfred Binet). Anak lambat
belajar lantaran mengalami kelainan tertentu, baik aspek fisik, mental,
intelektual, emosi, dan sosial. Meski statusnya reguler (umum), oleh
Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya diberikan izin menyelenggarakan
pendidikan khusus anak lambat belajar yang cenderung terabaikan.
Padahal
anak slow learnermempunyai problem dilematis dalam menentukan tempat di
mana dia harus sekolah. Apabila disekolahkan di sekolah umum, ia
mengalami kesulitan mengikuti pelajaran seperti teman-teman lainnya,
bahkan sering mendapat ejekan. Sementara guru tidak mempunyai waktu
memfokuskan diri untuk memperhatikan mereka. ”Akibatnya, anak slow
learnerini sering tidak naik kelas dan drop out.
Sementara jika
dimasukkan SLB, ia tidak optimal karena tidak ada kompetensi untuk
memotivasi kemampuannya,” kata perempuan kelahiran Madiun, 14 April 1961
ini. Berangkat dari kondisi ini, Sekolah Galuh Handayani didirikan
bertekad memberikan layanan pendidikan bagi anakanak lambat belajar.
Selain itu, ikut mewujudkan wajib belajar dan ikut andil dalam
meminimalkan angka putus sekolah.
Seiring waktu, Galuh Handayani
tidak sebatas menerima anak slow learner, tapi juga anak normal dan
anak-anak yang mengalami hambatan atau kelainan lainnya. Siswa bukan
saja dari Surabaya, tapi kota lain bahkan luar Jawa. Pada 1995
menyelenggarakan pendidikan formal tingkat SD disusul pada 1996
pendidikan TK dan pada 1997 pendidikan formal tingkat SMP. Sementara
pada 2001 mendirikan pendidikan formal tingkat SMA dan pada 2004
mendirikan collegesetara D2.
”Untuk memperjuangkan kepentingan
pendidikan anakanak, Galuh Handayani terus berupaya agar keberadaan
anak-anak menjadi bagian Sistem Pendidikan Nasional, sehingga layanan
pendidikan yang diberikan sekolah memiliki payung hukum jelas,” kata
Ningrum yang lulusan Early Chilhood Education and Care and Faculty of
International Education Course Vancouver Island University, Canada.
Upaya itu membuahkan hasil, Galuh Handayani berketetapan
menyelenggarakan pendidikan inklusif dikuatkan SE Dirjen Dikdasmen
Depdiknas Nomor: 380/C.66/MN/2003 pada 20 Januari 2003 perihal
pendidikan inklusif.
Lebih menggembirakan lagi, Galuh Handayani
menjadi pelopor pendidikan inklusif di Indonesia. Dalam pembelajaran,
anakanak sering diajak studi lapangan. Saat ke Kebun Binatang Surabaya
(KBS) diperkenalkan satwa dan makanannya. Awalnya, ada anak menyebut
kuda makan daging dan hewan yang besar itu pasti buas. Setelah
diperkenalkan, mereka tahu. Kurikulum modifikasi diterapkan di sini
dengan mengedepankan kearifan lokal. Di Surabaya ada pantai, tidak
jarang anak-anak diajak ke pantai.
”Kami menekankan ke guru
untuk membuat profil masing-masing siswa dengan dibantu psikolog.
Observasi juga dilakukan. Anak-anak semacam ini jangan di-emohi, jangan
dimarjinalkan,” kata Ningrum. Tidak kalah hebatnya, Rektor Universitas
Narotama Rr Iswachyu Dhaniarti. Karena kegigihannya, perempuan yang
karib disapa Yayuk ini sukses membangkitkan kampus di Jalan Arif Rahman
Hakim yang nyaris tutup. Bagaimana tidak? Pada 1999, Universitas
Narotama krisis.
Mahasiswa terus turun drastis dan perkuliahan
hanya malam hari. Belum lagi banyak utang di bank. Bersama suaminya, HR
Djoko Soemadijo, Yayuk membenahi kampus. Pada 2000, Universitas Narotama
mampu membuka pascasarjana dengan Yayuk sebagai sekretaris dan suaminya
bertindak sebagai rektor. Perlahan namun pasti Yayuk menata SDM yang
ketika itu didominasi orang tua yang sulit diajak maju. Waktu terus
berkembang, pada 2003 Ketua Bidang Dana Asosiasi Badan Penyelenggara
Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Jatim ini menerapkan ISO di
lembaga pendidikannya. Ia ingin segala proses dan prosedur bisa diukur
jelas.
”Saya katakan pada semua, kita jangan mimpi saja menjadi
kampus terbaik. Kita harus bekerja keras merealisasikan mimpi. Dan itu
tidak mudah menyatukan semua pihak dalam sebuah persepsi,” katanya.
Universitas Narotama menjadi salah satu kampus yang diperhitungkan.
Belum lama ini akreditasi institusi B dari BAN PT didapat. Capaian itu
menjadi tonggak mendapatkan akreditasi A. Yayuk bukan saja sukses
mengelola lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Perempuan kelahiran 21
Mei 1959 ini juga jago renang, menembak, dan berkuda.
Sepanjang
1975 hingga 1991, nama Iswachyu Dhaniarti cukup dikenal lantaran ratusan
gelar juara kempomampu dia koleksi. Bukan saja skala Jatim, tapi juga
nasional. Bahkan, runner upjuara dunia bela diri kempodi Tokyo, Jepang,
pada 1980.
Dobrak Stikma
Tidak mudah perempuan menjadi
pemimpin. Ini yang dikatakan psikolog Surabaya, Herlina Harsono Njoto.
Perempuan pemimpin di berbagi profesi mengalami tantangan dalam
pengembangan kariernya. Pertama tantangan yang dihadapi dari internal
dalam perempuan itu sendiri. Tantangan eksternal dari keluarga atau
organisasi tempatnya mengembangkan karier.
”Faktanya, perempuan
pemimpin di berbagai profesi tidak sedikit yang meraih prestasi dalam
berbagai profesinya. Perempuan pemimpin banyak yang meraih sukses di
berbagai profesi, meskipun mengalami berbagai tantangan dan kendala,
namun terus berperan,” kata alumni S2 Fakultas Psikologi Universitas 17
Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Perempuan identik dengan menangis.
Herlina mengingatkan seorang perempuan yang menjadi pemimpin jangan
cengeng.
”Pemimpin perempuan harus memahami psikologi sosial,
yakni psikologi yang dapat diterapkan dalam konteks keluarga, sekolah,
teman, kantor, lingkungan, organisasi, dan lainnya,” kata Herlina yang
anggota Komisi C DPRD Surabaya ini. Psikologi sosial, kata Herlina,
bermanfaat untuk membantu praktik psikologi klinis, psikologi anak,
psikologi industri dan organisasi, psikologi pendidikan, serta psikologi
cabang terapan lainnya.
Sumber : http://www.koran-sindo.com/node/383607
Tidak ada komentar:
Posting Komentar